Pak Presiden, Tahu Tempeku Mengecil

Aku bangun dari tidurku, kuambil remot TV. Seketika aku terharu mendengar berita disalah satu chanel tipi. Dollar melunjak, rupiah menjerit. Beritanya baru saja dilaporkan reporter. Aku memang tak terlalu paham bagaimana laju pertumbuhan ekonomi yang seharusnya, yang kutahu teman-temanku, keluargaku, dan masyarakat kecil negeri ini mengeluh. Aku pun sama seperti mereka, tak punya wewenang untuk bertanya, taj punya hak berpendapat, dan yang  bisa hanya mengumpat. Mengumpat pun dalam hati. Aku takut terciduk dan dikurung aparat negara dengan dalih penebar kebencian. Lebih baik tebar pesona daripada tebar kebencian, benar kan?

Lima menit setelah jeda iklan, kulihat lagi beritanya. Berita kali ini bikin aku meloncat kegirangan, 41 dari 45 anggota DPRD Malang ditangkap KPK, hanya 4 yang tersisa. Diduga mereka menerima hadiah atau janji dari Walikota Malang nonaktif dengan nilai antara 15 juta - 50 juta. Nominal yang cukup tinggi untuk masyarakat awam. Lebih tinggi dari UMK kota Malang.

Aku dilema olehnya, aku harus senang ketika para anggota dewan atau wakil masyarakat tertangkap karena mencuri. Disisi lain, aku juga merasa sedih, mengapa orang-orang itu tega menghianati kepercayaan rakyat. Yang semula menebar janji-janji, yang memberikan visi-misi pada pamflet seakan jujur ketika dipilih menjadi anggota dewan.

Lihatlah negeri ini Pak Presiden, ketika mereka yang dibawah sibuk dengan tahu-tempe yang ukurannya semakin mengecil, berusaha supaya hari esok tetap bisa makan, sedangkan pemangku-pemangku kepentingan rakyat sibuk dengan upah untuk mengetok palu. Hanya untuk mengetok palu saja. Sekali lagi, mengetok palu! "Mereka ini sangat keterlaluan!" Kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, pengesahan APBD selalu menjadi celah korupsi di daerah. Biaya ketok palu saja dikorupsi. 

Aku tersipu malu, melihat tragedi di negeri ini. Mengapa mereka masih berani mencuri. Kudengar ganjaran untuk kerjanya mencapai 21 jutaan. Kendaraan ada, rumah ada, jas buat kencan ada, tapi kok masih mencuri. Dan herannya lagi, saat memakai rompi oranye pun masih tersenyum. Melambaikan tangan ke kamera, atau apalah. Bikin kesal saja kalau lihat.

Aku tak tahu harus mengadu pada siapa. Yang aku tahu negeri ini punya pemimpin. Mereka yang dibawah kecewa, Pak. Wakil rakyat yang seharusnya dapat diandalkan untuk kepentingan rakyat tak kunjung berfungsi. Mereka hanya merasakan semakin hari tahu-tempe semakin mengecil. Entah apa penyebabnya, mereka tak terlalu peduli dan hanya bungkam mulut. Mereka tak ada waktu untuk menyibukkan diri dengan penyebab. Lagi, mereka takut untuk mengadu karena aturanmu. Dilakukannya mencari jalan keluar sebisanya.

Tujuh puluh tiga tahun lalu, bangsa negeri ini merdeka. Harapan demi harapan dipanjatkan. Merajut asa untuk memulai hidup sejahtera. Tapi harapan hanya tinggal harapan. Yang tak kunjung datang.

Sekarang, tahu dan tempe yang dikonsumsi masyarakatmu tiap hari semakin kecil. Dan itu membuatnya lapar. Aku mengerti, Bapak bukan hanya mengurus tahu-tempe saja, tapi ketika perut lapar, pekerjaan pun akan terhambat. Apakah anda tidak iba sedikitpun? Melihat Rupiah tak kunjung sembuh, Anggota dewan yang mencuri, dan yang paling penting tahu-tempe semakin mengecil.

Ya Tuhan, aku berharap ini semua akan cepat berlalu. Berikan aku keberanian untuk berbicara, untuk melawan rasa takutku untuk melawan. Dan jika aku masih takut, berikanlah aku teman sepemikiran  untuk mengawali memberanikan diri untuk melawan. Aaaaminn.

Comments